BAYANGAN BARA
Jumat, 07 Juni 2013 | 01.38 | 0comments
bara menaiki tiang listrik di tengah
persawahan dekat rumahnya. Dia memanjat satu persatu penyangga tiang listrik
atau yang disebut sutet itu tanpa takut terjatuh atau tergelincir. Seakan dia
berkata 'siapa yang perduli padaku'
dia duduk termenung 5 meter di atas tanah. menengadah langit yang
mulai menyiratkan semburat biru menandakan hari sudah subuh.
"hai bara.. ketemu lagi di tempat yang sama," bara
terdiam mendengarnya berbicara.
"sendirian lagi.. haha.. mana temanmu yang kau ceritakan
waktu itu ? bukankah kau ingin membunuhnya.. kenapa dia tidak menemuiku ?"
ucapnya lagi.
"tidak ada guna membunuhnya,.. aku hanya ingin disini melihat
matahari terbit, kau pergi saja jika tidak ada kepentingan lain," ucap
bara dingin.
angin berhembus melambaikan pepadian yang hijau lalu menghilangkan
bayangan itu. beberapa detik kemudian, muncul bayangan lain.
"lho bara.. untung kamu kesini.. temani aku sampai malam ya..
aku kesepian," ucap bayangan lagi. pucuk matahari sudah mulai terlihat.
"kau ? kesepian ? kau bisa pergi kapan saja ketika angin
menerpamu.. sedangkan aku ? tanpa badan aku bisa pergi ke tempatmu walau
tak tenang, masalahnya aku masih hidup, dan hidupku penuh cacian atas masa
lalu" kata bara lagi. tatapannya kosong
"lalu untuk apa kau disini.. matahari hampir tinggi tapi kau
masih melamun,bukannya kau berada di atas selembar kain sembari mengenakan
sarung dan mengahdap ke barat ?"
"kau tahu, aku bosan hidup.. aku bisa saja lompat dari
sini,"
"dan asal kau tahu saja aku bosan menghantui orang tak punya
impian... langit masih menyimpan doa di dalamnya.. 1 butir padi dapat membuat
seseorang bahkan ratusan orang hidup dan berkembang membangun menara.. tanah
masih menyimpan rezeki bagi orang yang mau berusaha.. sedangkan aku ? apa yang
bisa diharapkan dari penghasut seorang pelamun sepertiku selain melihatnya mati
perlahan,"
bara melihat melihat matahari terbit, hamparan luas dedaunan
tertiup angin. ia tersenyum dan pergi membelakangi matahari.